Thursday, February 07, 2008

Hari-hari terakhir Bersama Bapak (part4-last)

Jumat, 25 Januari 2008
Tak pernah ada dalam sangkaan maupun perkiraan kami, bahwa ini adalah hari terakhir kami bersama Bapak.
Pagi-pagi, karena dapat kabar kalau hari ini mba Wik mau pulang dulu ke Wonosobo, umi segera berangkat ke Pekalongan lagi, pakai kereta jam setengah sembilan. Sampai di rumah sakit, dah nggak ketemu mba Wik. Cuma ada Ibu, Fitri dan Mba Rina. Hari itu Bapak lebih banyak diam, nggak banyak berkata-kata kalau tidak perlu. Tapi beliau masih berkomunikasi dengan baik. Dari pagi sampai sore, silih berganti tamu berdatangan. Hari ini hampir semua teman Ibu, hadir. Pasalnya, Jumat pagi mestinya kan acara Olahraga pagi. Nah, pagi itu, berhubung Ibu absen, dan keterangan absennya nungguin suami di RS, jadilah semua rekan kerjanya berduyun2 datang menjenguk.
Tadi pagi, kata Ibu, alhamdulillah, Bapak bisa makan lumayan banyak, semangkuk soto dan sebutir telur, menu dari RS habis disantap. Makan siang juga lumayan, sayur semangkuk, beberapa sendok bubur dan sepotong tahu, berhasil masuk dengan selamat. Makan siang, bapak masih bisa duduk sendiri.
Melihat perkembangan ini, kami optimis, bapak akan segera pulih.
Sore hari, masih banyak tamu, ada Lek Sil dan Lek Karim, lalu ada Mas Lutfi, sepupu, juga ada bu Lidya (teman Ibu) dan suaminya. Sampai maghrib, mereka baru pamitan pulang.
Sore itu, Bapak minta mba Rina untuk pulang, karena khawatir dengan Ainun(anak bungsu mba Rina) yang sejak pagi ditinggal. Maklum, Ainun kan masih ASI, jadi Bapak nggak tega kalau Ainun ditinggal kelamaan karena uminya nungguin di RS. Berhubung suaminya belum juga jemput, mba Rina belum jadi pulang. Menjelang maghrib suaminya baru datang. bapak segera menyuruh pulang. Akhirnya setelah shalat maghrib, mba Rina pulang. Mbak Nung dan Mas Arif datang, bawa makan malam. Umi, Ibu, Fitri duduk-duduk di kamar. Selepas shalat Maghrib, Fitri tilawah disamping bapak yang kembali tidur setelah selesai shalat. Umi dan Ibu duduk sambil memandang Bapak, membicarakan perkembangan kondisi Bapak. Meskipun optimis karena hari ini sudah mau makan cukup banyak, kami masih tertegun dan agak heran dengan kondisi Bapak yang selepas Maghrib menajdi sangat lemas. Bahkan untuk duduk pun , membutuhkan bantuan. Saat itu, umi perhatikan, wajah Bapak tampak lebih gemuk dan putih. Umi pikir, ini akibat pemberian infus selama tiga hari. Belakangan, baru tersadar, mungkin saat itu sebenarnya pertanda bahwa bapak akan "pergi".
Ibu baru bersiap akan makan malam ketika bapak memanggil, minta disuapi makan malam. Dan Alhamdulillah, seperti halnya makan siang, makan malam ini pun lumayan banyak yang bisa masuk. Bahkan satu buah pisang ambon habis. Malah Bapak minta pisang lagi. Kebetulan ada yang jual pisang rebus di teras RS. Segera umi beli 4 buah. Tapi ternyata Bapak penginnya yang pisang ambon lagi. Bergegas umi dan fitri keluar untuk beli pisang. Di halaman, ketemu dengan Bu As & pas As, serta Om Har yang mau menjenguk Bapak. Bu As bilang kalau beliau bawain bakmi buat makan kami. Duh..Makasih banyak Bu.
Udah muter-muter semua toko n warung sekitar RS nggak ada yang jual pisang, akhirnya kami kembali ke RS. Di kamar, Bapak di tempat tidur ditemani Ibu. Sedangkan Om Har, bu&pak As, mengelilingi tempat tidur sambil berbincang-bincang. Bapak tidak banyak bicara, hanya menjawab ketika ditanya. setelah itu lebih banyak memejamkan mata.
Karena pisangnya nggak ada, Mba Nung dan mas Arif keluar pakai motor untuk cari di pasar buah. Umi dan Fitri masih duduk-duduk di sofa di dalam kamar.
Kemudian, Bu As memersilahkan Ibu untuk makan bakmi yang bliau bawakan. Ibu bilang iya, sebentar lagi. Trus bapak minta Ibu untuk makan dulu bakmi yang sudah dibawakan bu As. Ibu lalu bilang, lho, bapak nggak tidur tho. Kirain Bapak tidur. Dijawab bapak "nggak".
Sejurus kemudian Bapak minta disuapi anggur, kemudian minta air putih hangat.
Tidak lama, hanya hitungan menit setelah minum, tiba-tiba Bapak anfal. Saya dan om Har segera berlari ke ruang suster yang berada tepat di sebelah kamar Bapak. Saat itu, Ibu terus memanggil-manggil Bapak, Pak As terus berada di samping Bapak, dan Bu As terus melafalkan "Laa ilaaha illa Allah", seorang bapak keluarga pasien di kamar sebelah, berlari masuk kamar dan melafalkan ayat-ayat suci Al-Quran, bersamaan dengan perawat memasang alat bantu pernafasan dan memeriksa kondisi Bapak, yang ternyata sudah menghadap Illahi.
Innalillahi wa inna ilaihi rooji'un. Ibu menangis, kami semua menangis. Sungguh tidak kami sangka-sangka, Bapak yang beberapa menit lalu masih bisa berbicara pada kami, tiba-tiba meninggalkan kami. Lalu Ibu pun jatuh pingsan. Ya Allah....betapa kehilangan ini terasa sangat pedih....
Sekalipun kami sadar bahwa ini ketentuanMu, namun ijinkanlah kami untuk tetap menangis, meluruhkan rasa perih di hati ini. Ibu berulang kali pingsan. Sadar sejenak, lalu pingsan lagi.
Teringat akan cita-cita bapak untuk menunaikan ibadah haji, yang sudah dibuktikannya dengan mendaftarkan diri di Depag, yang tidak dapat dituntaskannya, hati ini semakin pedih.
Ya Allah...ampuni kami jika sempat kami menyesali keputusanMu.
Ya Allah...semoga ayah kami datang menemuiMu dengan husnul khotimah.
Ampuni Ayahanda kami Ya Allah...
Umi segera menghubungi Abi dan anak-anak untuk segera meluncur ke pekalongan. Umi juga menghubungi Mba Wik, melalui suaminya. Sungguh tak kuasa bibir ini menyampaikan kabar duka ini kepada mbaWik. Mas Arif menghubungi keluarga besar. Om Har dan Pak As menyelesaikan segala urusan terkait dengan pemulangan jenazah. Semuanya berjalan dengan sangat cepat. umi bahkan masih setengah antara sadar dan tidak, bahwa Bapak telah benar-benar "pergi" untuk selamanya.
Segera saja, keluarga Wak Dah (kakak bapak) datang, juga beberapa tetangga, membantu kami berkemas, membersihkan seluruh barang-barang, dan mengantarkan kami pulang. Dari pihak rumah sakit pun , memberi keleluasaan pada kami untuk menyelesaikan administrasi setelah selesai masa duka.
Beriringan kami pulang. Saya sudah tidak ingat betul, dengan siapa saja kami pulang. Sampai di rumah, tenda sudah dipasang, kursi-kursi juga sudah ditata. Ya Allah...hati ini seperti teriris. Inikah tenda perkabungan itu ?
Meskipun sadar, bahwa setiap saat hal ini akan terjadi, tapi tak terbayangkan lara hati ketika akhirnya ini benar-benar terjadi.
Menyaksikan keluarga besar berdatangan, juga teman-teman Bapak dan Ibu yang malam itu datang bertakziah, umi kembali teringat bahwa baru beberapa jam lalu, mereka berbincang-bincang dengan Bapak. Bahkan tamu-tamu yang datang menjenguk bapak sore itu, seakan tidak percaya jika bapak pergi, hingga malam itu, mereka menyegerakan datang untuk memastikan kebenaran berita yang mereka terima.
Ya Allah...tiada yang dapat menolak KetentuanMu, tiada yang dapat menunda kematian walau hanya sesaat.
Bimbing kami Ya Allah..untuk ikhlas menerima ketentuanMu.

No comments: